The Calendar

Because you need to celebrate everything

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
31 Okt 2011

Kemarin Yang Berlalu

Posted by Anggun Mayasari

Aku mengenalmu. Kau yang membawa semilir hangat pada tiap teh di pagi dingin. Hingga ketika mentari menyeruput, ia enggan pergi. Mungkin karena adonan yang dibuat Ibu. Yang dengan megah mampu mengarungi berlembar-lembar perasaan yang terlampir.
Kala itu kopi yang menyampaikan. Tentangmu yang seperti bau hujan. Yang berlapis legit buram, bertebal kegelapan. Angin mengubahmu menjadi reruntuhan. Jemari menjelmamu menjadi manusia-manusia yang tak kenal aturan. Apa kau ingat kapan terakhir kali bocah itu mengayun di pundakmu?
Aku melihatmu dari kejauhan. Kau dijinjing dengan pengait kecil beraroma kecut. Dengan sedikit rasa Tengiri dan garam di sisi-sisinya. Entah sebiadab itukah nyawa-nyawa itu, hingga tega menghancurkan jingga yang menghujung, mengunjung nafas-nafas panggung. Apa kau ingat kapan terakhir kali bocah itu mengecat kuku-kukumu?
Menyerupai lukisan, kini kau tinggal ilusi. Yang cepat-cepat menghapus hati, yang pelan-pelan  menghentak emosi. Terbagi, dan membaur rapi. Menjadi komoditi. Pandai, atau terlalu dungu? Membiarkan nasibnya pilu, dikejar nafsu. Apa kau ingat kapan bocah itu mendirikanmu?

25 Okt 2011

Rindu

Posted by Anggun Mayasari

Buat Yudha Maulana Ahmad,
Halo, rasanya lama sekali tak jumpa. Padahal tiap hari pun waktu sempat menemukan kita. Inikah yang mereka namakan sebuah rindu? Yang kata mereka, ini adalah sesuatu yang merepotkan.
Kukira memang begitu. Rindu sungguh merepotkan. Tidak hanya membuatku tak mampu terpejam, pun ia akan membuatku menyalahkan waktu yang tak kunjung berputar. Rasanya memang ia begitu membuatku ingin marah. Ia rewel dan sangat bising memenuhi pikiranku.
Entah ia datang dari mana, dilahirkan siapa. Layaknya angin, ia tiba-tiba saja datang merusak keheningan. Tak tampak dimanakah hidungnya, yang terlihat hanyalah kekacauan yang telah dibuatnya.
Hari ini aku sudah muak dengannya. Ia begitu menyiksaku. Dengan kesibukan-kesibukan sebagai suruhannya. Aku ingin membunuhya. Aku ingin bertemu kau. Siang ini, di tempat favorit. Sampai jumpa :)

Pacarmu,
Anggun Mayasari.

Rahasia

Posted by Anggun Mayasari

Tarian not irama beradu
Terpahat rapi drama bisu
Menangkan mataku, kau akan tahu

24 Okt 2011

Kartu Remi

Posted by Anggun Mayasari

Cerita dari seorang *Ahmad Alvin Muttaqin ~

Aku berdiri, namun sebuah lain menjatuhkan
Aku beranjak, lagi-lagi ia menghentak dan membuat lajuku berbalik arah
Aku menjadi lapuk, rapuh dan terjatuh

21 Okt 2011

Aku rindu kau

Posted by Anggun Mayasari

(1)
Sebuah cerita tertulis di sana. Dengan memar yang merisaukan, juga segelintir embun yang mengharukan. Kau dan aku adalah tentara. Yang mampu menghapus pelangi menjadi kecanggungan menyebalkan. Lalu menjadikannya seonggok kekuatan untuk melepaskan.

Kali lain, kau dan aku adalah si korban. Dengan deru mesin yang menggiurkan. Tumbal cekatan yang rupawan. Juga dengan iming-iming menakjubkan. Lantas dengan sigap kita rebut kekuasaan, menghancurkan kebenaran. Siapa sangka kitalah terdakwanya?

(2)
Siang mengantarku membau sebuah nisan yang sangat asing. Ia hanya berpesan agar aku berbelok ke kiri pada gerbang kedua. Katanya, di situ aku bisa menyentuhmu. Menghembus percakapan-percakapan yang sempat tertahan. Aku akan membawa seorang bocah. Seorang yang tuli, pun bisu. Ialah ratu kita kelak. Entah bagaimana nasib menyuruhnya, tapi ia terlanjur menemuiku kemarin.

Iblis sepertinya subur tumbuh di sekitar. Menggandeng aroma sunyi yang khas; hambar dan terpejam. Kau dan aku kembali bertemu. Menyeret mayat yang tak kunjung terlihat. Pemberitaan menelevisikannya. Aku bungkam, terseok pasrah di penghujung timur. Mereka mengaisku, mencabik, lantas mengambil ratuku.

Kini aku tak lagi bisa menemuimu. Hidup di dalam kenyataan membutakanku. Aku rindu kau. Aku rindu kau. Entah siapapun kau, aku rindu kau.

20 Okt 2011

Andai Aku Orang Lain

Posted by Anggun Mayasari

Aku tak perlu marah membangunkanmu
Aku tak perlu belajar memasak
Aku tak perlu setiap pagi mengecek twittermu
Aku tak perlu repot menyiapkan apapun untuk menemuimu
Aku tak perlu sering-sering mengecek bau badan dan minyak di wajahku
Aku tak perlu setiap hari diam-diam mencarimu
Namun, andai aku orang lain..
Aku tak akan merasa sebahagia ini :)


*special to Yudha Maulana Ahmad

Perkenalan di Kelas Baru

Posted by Anggun Mayasari


Teman-teman, namaku Miskin
Akulah yang memiliki keabadian
Temui aku di manapun kau mau
Di kawasan mewah bertabur sampah, di surga bertenteng ganja, di manapun.. di manapun
Seakan aku bocah yang favorit disembah-sembah, pun dimanja-manja.

Di rumah ada ayahku, ayah tiriku
Ia bernama Korupsi
Ia tak pernah peduli padaku, ia memang jahat
Ia hanya peduli pada janda sebelah rumah, yang bernama Uang
Aku pernah melihat ayahku tengah menjilati pantat wanita itu
Ayahku memang jorok

Ibuku seorang yang cantik, namanya Bodoh
Aku tak habis pikir bagaimana bisa Ibu jatuh cinta pada ayah tiriku itu
Ohya, Ibu tak mau bekerja. Katanya, ia hanya akan mengurusi rambutnya yang sangat panjang itu di rumah
Ibuku sering membiarkan ayahku ke rumah si janda
Setahu dia, ayahku hanya akan membantunya mengangkat keranjang hasil panennya
Ibuku seorang autis
Yang selalu bangga dengan dirinya dan dunianya

Walaupun aku tak bisa sepenuhnya memahami keluargaku, tapi aku bangga akan satu hal
Kami adalah keluarga idaman
Keluarga dambaan, keluarga teladan
Dan aku menyukainya, entah sampai kapan.

Begitulah perkenalanku, bagaimana denganmu?

Ketika terpangkas rapi

Posted by Anggun Mayasari

Feldgrau mencoba mendekat. Ia datang dari ujung untuk merapat mencium serbuk Cendana. Dengan pesiar mewah yang menggaris isi benua. Ohya, ia seorang buta. Yang mampu memanipulasi kebohongan, yang lihai berpicik dalam kegelisahan. Dunianya begitu berjarak, hingga mungkin si pantai tak menjamahnya. Selaput-selaput langitlah yang mengadakannya.
Satu waktu aku berpikir, diakah yang kan memimpin? Sebuah pura yang berkerudung simfoni, berlukis asa yang haus kedamaian. Ia datang untuk itu? Ketika setiap penjuru hanyalah atheis dan ketika angan mereka hanyalah formalitas. Sempurnalah.
Ada kalanya ia berbincang pelan menanyai keadaan. Waktu itu aku ada di sana, dan bertanyalah aku, “Engkaukah si abu yang terbakar hingga kesini?”
“Bukan.”
“Lantas? Apa kau yang lain itu?”
“Ya. Akulah pilihan ketika jari dan rahimmu telah terpangkas rapi.”

18 Okt 2011

Sejenak ke masa depan

Posted by Anggun Mayasari

Hari ini entah bagaimana bisa, tiba-tiba saya seperti berada sejenak di masa depan. Berawal di pelajaran ke-3 hari ini, pelajaran BK. Pelajaran BK ngomongin masalah penjurusan di perguruan tinggi.

Saya sudah nyiapin dan tersiapkan banyak jawaban untuk masuk ke kelas ips. Dan begitu juga dengan penjurusan. Saya sudah melakukan banyak persiapan dan sedikitpun tak punya sesuatu untuk disesalkan. Saya yakin memilih fakultas ekonomi bisnis jurusan manajemen UGM :3 Dan entah bagaimana caranya saya harus mencapainya. Itu sebuah target dan harus jadi masa depan saya.

Saking excitednya, saya menghabiskan sisa jam pelajaran untuk browsing tentang manajemen pemasaran :/ Lucu banget jadi sejenak menengok ke masa depan..

Oktober tahun lalu ~

Posted by Anggun Mayasari

jumat, 01 oktober 2010

menapakkan kaki untuk keluar dari hidupmu seperti menantang rumus pasti matematika. jika saja kau melihat langsung bagaimana prosesku untuk mengorak-arik logaritma, memutar akar pangkat, dan menjegal semua notasi-notasi, aku yakin kau akan mengerti seberapa besar kasihku untukmu.

melihatmu berjalan dan bersanding dengan nafasnya, bukan sakit lagi namanya. perihku melebihi semua rasa yang tertera disini, di hatiku.
jumat, 08 oktober 2010

membutuhkan keberanian yang besar untuk bertahan mencintaimu. perlu kekuatan pula untuk membawa hati ini mendekatimu. karena itu, mungkin satu langkah mundur akan membantuku, jika nanti kau langsungkan badai untukku.

namun, di telapak tangan yang lain, ini semua tampak indah. cinta terlukiskan dengan jelas, tanpa ada dimensi yang menyelimuti.

Selasa, 19 oktober 2010

semuanya seperti angin.
datangnya tak pasti, dan kadang tak terasa.
tapi, dia merusak semuanya 

itu tahun lalu, bagaimana dengan tahun ini?


ADALAH BERLARI

Posted by Anggun Mayasari

Oleh Anggun Mayasari

(1)
Kau adalah sebuah mimpi. Dengan segala mimpi dan imajinasi di kepalamu. Kau juga yang mengetahui tentang nyata. Tentang bagaimana caranya untuk tidak lupa bernafas. Sedang aku sebenarnya adalah dirimu. Namun kau sering kali meninggalkanku di setiap perjalananmu.

Sebelumnya kau sentuh punggung tanganku. Mungkin hangat bagimu. Mungkin seperti bir yang baru saja mengalir di antara kita. Tapi ujungnya datang juga. Malam melilitkan dingin yang sangat, apalagi di Jogja, yang semakin mekar embun-embunnya.

Nafasmu menembak jelas leherku. Hampir mati aku dibuatnya. Bukan lagi permainan yang itu, lain lagi, katamu.

“Ayo kita berlomba,” katamu saat itu.
“Lomba?”
“Ya. Berlari.”

Tanpa peluit dari wasit, kau mulai begitu saja. Kau tubruk semua meja bar, botol-botol, mobil yang terparkir, hingga sampai di timur sana, kau lenyapkan pagi. Sutradara membiarkanmu melakukannya. Ia mungkin terlalu tidak mampu mencegahmu; berusaha meng-cut atau menekan tombol pause. Mungkin remotenya berada di bawah sofa, sehingga sulit untuk mencarinya.

Begitulah. Berlari adalah mengawali.

(2)
Satu kali aku tengah menghisap berkas-berkas di sebelah sekat. Heran, papan tipis bisa membedakan gaji sesorang. Tapi tak apalah, alih-alih membunuh iri yang menggerayap.

Bukan soal mudah membawamu ke dasar tumpukan kemeja. Atau menumpahkanmu bersama pikiran yang terjaga. Aku frustasi nyaris mati.

Dan apakah kau tahu? Aku telah memutuskan sesuatu. Aku tidak lagi harus meminta kau yang memutuskan. Sayang kau melewatkannya.

Kau tak melihatku hari itu. Di mana aku dan sepatuku menginjak udara. Yang sebelumnya kuawali dengan serangkaian gerakan kecil. Kuputuskan ketika itu juga aku akan mencoba meraih segalaku.

Aku berlari. Sepertimu. Dengan pijakan terakhir di tepi balkon. Selanjutnya aku merasakan dengan jelas apa itu berlari. Bagiku, berlari adalah mengakhiri semuanya.



BENDERA DAN ORANG SEBELAH PAGAR

Posted by Anggun Mayasari

Oleh Anggun Mayasari

Sebuah bendera tertancap di dekat pagar itu
Humus menahannya agar tak terjatuh dan termiliki
Dengan benang-benang yang telah kuat terikat
Yang bulan lalu selesai Ibu jahit

Suatu hari benangnya pudar dari simpulnya
Melambai ingin ikut bermain petak umpet, mungkin
Atau mungkin pula dari bibir gelatik suruhan sebelah pagar

Satu hari aku menengok lagi
Pudarnya semakin menjadi
Itu, si merah telah habis tinggal separuh

Ibu terdiam ketika kutanya
Ia hanya terus bermasam mukanya
Apa karena mulutku terlalu merisaukan
Atau mungkinkah hanya karena sayurnya tak ada yang mau menghabiskan

Telapakku terlalu kuat untuk berbaik mengelus humusnya
Segera saja kuangkat tiang serta temalinya
Memang sebaiknya kurebut ini sejak awal, agar tak tercabik tiap simpulnya
Anak-anak melihat dan segera berlari menghampiri sembunyi
Mereka menyiapkan senapan
Dan tanpa pikir panjang menembakkannya kepadaku
Darah menetes
Mungkin mereka kira aku orang sebelah pagar